TEORI BELAJAR
1. PENGERTIAN TEORI BELAJAR
Teori belajar adalah teori yang
pragmatik dan eklektik. Teori dengan sifat demikian ini hampir dipastikan tidak
pemah mempunyai sifat ekstrim. Tidak ada teori belajar yang secara ekstrim
memperhatikan aspek mahasiswa saja, misalnya. Atau teori belajar yang hanya
mementingkan aspek dosen saja, kurikulurn saja, dan sebagainya.
titik fokus yang menjadi pusat
perhatian suatu teori menurut berbagai aiiran, psikologi yang mempengaruhi
teori¬teori tersebut. Ada pula yang mengelompokkannya menurut titik fokus dari
teori-teori tersebut. Bahkan ada yang menggolong-gollongkan teori belajar
menurut ahli yang mengembangkan teori-teori itu. Tak jadi soal taksonomi mana
yang kita ikuti. Yang penting kita menyadari bahwa sebuah taksonomi adalah tak
lebih dari suatu usaha untuk menyederhanakan permasalahan serta mempermudah
pembahasannya.
Dalam hal ini, secara umum, semua
teori belajar dapat Alta kelompokkan menjadi empat golongan atau aliran. yaitu
aliran tingkah laku, kognitif, humcnistik, dan sibernetik. Aliran tingkah laku
menekankan pada "hasil" dari proses belajar. Aliran kognitif
menekankan pada "proses" belajar. Aliran humanis menekankan pada
"isi" atau apa yang dipelajari. Dan aliran sibernetik menekankan pada
"sistem informasi" yang dipelajari. Kita kaji keempat teori ini satu
per satu.
A. Aliran Tingkah Laku
Menurut aliran tingkah laku,
belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi
antara stimulus dan respon. Atau lebih tepat: perubahan yang dialami mahasiswa
dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai
hasil interaksi antara stimulus clan respon. Meskipun semua penganut aliran ini
setuju dengan premis dasar ini, namun mereka berbeda pendapat dalam beberapa
hal penting.
B. Thorndike
Belajar, adalah poses interaksi
antara stimulus (yang mungikin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan
Respon (yang juga bisa berbentuk pikiran, perasaan, atau gerakan). Jelasnya.
menurut Thorndike, perubahan tingkah laku itu boleti berwujud sesuatu yang
konkret (dapat diamati), atau, yang non-konkret (tidak dapat diamati).
Meskipun Thorndike tidak
menjelaskan bagaimana caranya mengukur berbagai tingkah laku yang non-konkret
itu (pengukuran adalah satu hal yang menjadi obsesi semuapenganut aliran tingkah
laku), tetapi teori Thorndike ini telah banyak memberikan inspirasi kepada
pakar lain yang datang sesudahnya. Teori thorndike ini juga di sebut sebagai
aliran "koneksionis" (Connectionism).
C. Watson
Watson mengabaikan berbagai
perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai
faktor yang tak perlu diketahui. bukan, berarti semua perubahan mental yang
terjadi dalam benak mahasiswa tidak penting. Semua itu penting. Tapi,
faktor-faktor tersebut tidak
dapat menjelaskan apakah proses belajar sudah tetadi atau belurn
kita lihat disini, penganut
aliran tingkah lake lebih senang memilih untuk tidak memikirkan hal-hal yang
tidak dapat diukur, meskipun mereka tetap mengakui bahwa semua hal itu penting.
Teori Watson ini juga disebut sebagai aliran TingkahLake (Behaviorism)
tiga pakar lain adalah Clark
hull, Edwin Guthrie, dan B. F. Skiners terakhir ini juga menggunakan variabel
Stimulus-Respon untuk menjelaskan teori-teori mereka. Namun, meskipun ketiga
pakar ini mendapat julukan yang sama, yaitu pendiri Aliran Tingkah Laku Baru
(Neo Behaviorist), mereka, berbeda sate sama lain dalam beberapa hal prinsipil.
D. Clark Hull
Clark Hull sangat terpengauh oleh
teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti dalam teori
evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga
kelangsungan hidup. Karena itu, dalam teori Hull, kebutuhan biologis dan
pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Stimulus hampir selalu
dikaitkan dengan kebutuhan biologis ini, meskipun respon mungkin
berrmacam-macam bentuknva.
E. Edwin Guthrie
Menurut Edwin Guthrie, stimulus
tidak harus berbentuk kebutuhan biologis. Hal penting dalam teori Guthrie
adalah, bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung bersifat sementara.
Karena itu, diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan itu menjadi
lebih langgeng. Selain itu, suatu respon akan lebih kuat (dan bahkan menjadi
kebiasaan) bila respon tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus.
Guthrie juga Percaya bahwa
"hukuman" memegang peran penting dalam proses belajar. Menurut
Guthrie, suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat, akan mampu merubah
kebiasaan seseorang. Kelak, faktor hukuman ini tak Lagi dominan dalam teori-teori
tingkah lake, terutama setelah kroner makin mempopulerkan ide tentang
"penguat"
(reinforcement).
Dari semua pendukung teori
tingkah laku, mungkin. teori Skinner-lah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori belajar. Beberapa program pembelajaran seperti Teaching
Machine, Mathematics, atau program-program lain yang memakai konsep stimulus,
respon, dan faktor "penguat" (reinforcement), adalah contoh¬contoh
program yang memanfaatkan teori Skinner ini.
F. Skinner
Skinner, yang datang kemudian,
mempunyai pendapai lagi, yang temyata mampu mengalahkan pamor teori teori Hull
dan Guthrie. Hal ini mungkin karena kemampuan Skinlner dalam
"menyederhanakan" kerumitan teorinya Berta menjelaskan konsep-konsep,
yang ada dalam teorinya itu. Dari semua pendukung teori tingkah laku, mungkin.
teori Skinner-lah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori
belajar. Beberapa program pembelajaran seperti Teaching Machine, Mathematics,
atau program-program lain yang memakai konsep stimulus, respon, dan faktor
"penguat" (reinforcement), adalah contoh¬contoh program yang
memanfaatkan teori Skinner ini.
G. Kritik Terhadap Teori Tingkah
Laku
Sudah terang bahwa teori tingkah
laku ini tidak bebas Bari lkritik. Teori tingkah laku ini dikritik karena
sering tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks. sebab banyak hal
di dunia pendidikan yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus
dan respon.
Kita ambil contoh, suatu saat,
seorang mahasiswa mau belajar giat setelah diberi stimulus tertentu. Tetapi
karena satu dan lain hal, mahasiswa tersebut tiba-tiba tidak mau belajar lagi,
padahal kepadanya sudah diberikan stimulus yang sama atau yang lebih balk dari
itu. Di sinilah persoalannnya. ternyata teori tingkah lake ini dianggap tidak
mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan stimulus dan respon
tersebut. Tentu saja kita dapat mengganti stimulus dengan stimulus lain sampai
kita mendapatkan respon yang kita inginkan. Tetapi kita tahu hal ini belum
menjawab pertanyaan yang sebenarnya.
H. Aliran Kognitif
Teori kognitif, sebaliknya, lebih
rnementingkan proses belajar daripada hasii belajar itu sendiri. Bagi penganut
aliran ini. belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan
respon. Lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks
teori ini sangat erat berhubungan dengan teori sibernetik.
I. Piaget
Menurut Jean Piaget (salah satu
penganut aliran kognitif yang kuat), proses belajar sebenarnya terdiri tiga
tahapan, yakni asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbangan). Proses
asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru. ke struktur
kognitif yang sudah ada dalam benak mahasiswa. Proses akomodasi adalah
penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Proses equilibrasi adalah
penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Katakanlah seorang mahasiswa yang
sudah mengetahui prinsip penjumlahan. Jika dosennya memperkenalkan prinsip
perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah
ada di benak mahasiswa) dengan prinsip perkalian (sebagai inforrnasi baru),
inilah yang disebut proses asimilasi.
J. Ausubel
Menurut Ausubel, mahasiswa akan
belajar dengan baik jika apa yang disebut "pengatur kemajuan.
(belajar)" (Advance Organizers) didefinisikan dan dipresentasikan dengan
baik dan tepat kepada mahasiswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau
informasi umum yang mewadahi (rnencakup) semua isi pelajaran yang akan
diajarkan kepada mahasiswa.
Ausubel percaya bahwa
"advance organizers" dapat memberikan tiga macam manfaat, yakni:
1. dapat menyediakan suatu
kerangka konseptual untuk materi pelajaran yang akan dipelajari oleh mahasiswa;
2. dapat berfungsi sebagai
jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari mahasiswa
"saat ini" dengan apa yang "akan" dipelajari; sedemikian
rupa sehingga
3. mampu membantu mahasiswa untuk
memahami bahan belajar secara lebih mudah. Untuk itu, pengetahuan dosen
terhadap isi mata pelajaran harus sangat baik. Hanya dengan demikian seorang
dosen akan mampu menemukan informasi, yang menurut Ausubel "sangat
abstrak, umum, dan inklusif", yang mewadahi apa yang akan diajarkan itu.
Selain itu, logika berpikir dosen juga dituntut sebaik mungkin. Tanga memiliki
logika berpikir yang baik, maka dosen akan kesuiitan memilah-milah materi
pelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang singkat dan padat. serta
mendosentkan materi demi materi itu ke dalam struktur urutan yang logis dan
mudah dipahami.
K. Bruner
Bruner mengusulkan teorinya yang
disebut free discovery learning. Menurut teon ini, proses belajar akan bedalan
dengan baik dan kreatif jika dcsen memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk
menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya)
melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi
sumbernya.
L. Kritik Terhadap Teori Kognitif
Teori kognitif, terutama teori
yang dikembangkan oleh Piaget, sexing dikritik karena sukar dipraktekkan
(terutama di tingkat-tingkat lanjut). Selain itu, beberapa konsep tertentu
(seperti intelejensia, belajar, atau pengetahuan) yang mendasari teori ini sukar
dipahami, dan pemahaman itu sendiri pun masih belum tuntas.
M. Aliran Humanistik
Teori jenis ketiga adalah teori
humanistik. Bagi penganut teori ini, proses belajar hares berhulu dan bermuara
pada manusia itu sendiri. Dari keempat teori belajar, teori humanistik inilah
yang paling abstrak, yang paling mendekati dunia filsafat daripada dunia
pendidikan.
Meskipun teori ini sangat
menekankan pentingnya "isi" dari proses belajar, dalam kenyataan
teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam
bentuknya yang paling ideal.
N. Bloom dan Krathwohl
Dalam hal ini, Bloom dan
Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh mahasiswa,
yang tercakup dalam tiga kawasan, yaitu:
1. Kognitif, yang terdiri dari
enam tingkatan:
• Pengetahuan (mengingat,
menghafal);
• Pemahaman
(menginterpretasikan);
• Aplikasi (menggunakan konsep
untuk memecahkan suatu masalah);
• Analisis (menjabarkan suatu
konsep);
• Sintesis (menggabungkan bagian
konsep menjadi suatu konsep utuh);
• Evaluasi (membandingkan
nilai-nilai, ide, metode, dan sebagainya).
2. Psikomotor, yang terdiri dari
lima tingkatan:
• Peniruan (menirukan gerak);
• Penggunaan (menggunakan konsep
untuk melaku¬kan gerak;
• Ketepatan (melakukan gerak
dengan benar);
• Perangkaian (melakukan beberapa
gerakan sekaligus dengan benar);
• Naturalisasi (melakukan gerak
secara wajar).
3. Afektif, yang terdiri dari
lima tingkatan:
• Pengenalan (ingin menerima,
sadar akan adanya sesuatu);
• Merespon (aktif
berpartisipasi);
• Penghargaan (menerima
nilai-nilai, setia kepada nilai¬nilai tertentu);
• Pengorganisasian
(menghubungkan-hubungkan n nil a nilai yang dipercayai);
• Pengamalan (menjadikan
nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).
Taksonomi Bloom, seperti yang
telah kita ketahui, berhasil memberi inspirasi kepada banyak pakar lain untuk
mengembangkan teori-teori belajar dan pembelajaran. Pala tingkatan yang lebih
praktis, taksonorn! ini telah banyak membantu praktisi pendidikan untuk
memformulasikan tujuan-tujuan belajar dalam bahasa yang mudah dipahami,
operasional, serta dapat diukur.
Dari beberapa taksonomi belajar,
mungkin taksonomi Bloom inilah yang paling populer (setidaknya di Indonesia).
O. Kolb
Sementara itu, seorang ahli lain
yang bernama Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat, yaitu:
1. Pengalaman Konkrit.
2. Pengamatan aktif dan
reflektif.
3. Konseptualisasi.
4. Eksperimentasi aktif.
P. Honey dan Mumford
Berdasarkan teori Kolb ini, Honey
dan Mumford membuat penggolongan mahasiswa. Menurut mereka, ada empat macaw
atau tipe mahasiswa, yakni aktiuis, refiektor, teoris, dan pragmatic.
Mahasiswa tipe aktivis adalah
mereka yang suka melibatkan din pada penglaman-pengalaman bare. Mereka
cenderung berpikiran terbuka dan mudah diajak berdialog. Namun mahasiswa
semacam ini biasanya kurang skeptis terhadap sesuatu. Ini kadangkala identik
dengan sifat mudah percaya. -Dalam proses belajar, mereka menyukai metode yang
mampu mendorong seseorang menemukan hal-hal baru, seperti brainstorming atau
problem soloing. Tetapi mereka cepat merasa bosan dengan hal-hal yang
memerlukan waktu lama dalam implementasi.
Q. Habermas
Habermas percaya bahwa belajar
sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama
manusia. Dengan asumsi ini, dia membagi tipe belajar menjadi tiga macaw, yaitu:
1. belajar teknis (technical
learning):
2. belajar praktis (practical
learning);
3. belajar emansipatoris
(emancipatory learning).
Dalam "belajar teknis",
mahasiswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alarn sekelilingnya. Mereka
berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.
R. Krifik Terhadap Teori
Humanistik
Teori humanistik Bering dikritik
karena sifatnya yang terlalu deskriptif (meskipun sernua teori belajar
sebenarnya bersifat deskriptif; lain dengan teori pembelajaran, atau disebut
juga teori instruksional, yang lebih bersifat
preskriptif). Kelemahan lain
adalah sukarnya menterjemahkan teori ini ke langkah-langkah yang lebih praktis
dan konkrit.
Tapi, karena sifatnya yang
deskriptif ituiah maka teori ini seolah member; arch proses belajar. Semua
tujuan pendidikan bersifat ideal, dan teori humanistik inilah yang menjelaskan
bagaimana tujuan ideal itu seharusnya.
Seperti teori-teori belajar yang
lain, teori humanistik akan sangat membantu kita memahami proses belajar Berta
melakukan proses belajar dalam dimensi yang lebih lugs, jika kita mampu
menempatkannya pada konteks yang tepat.
S. Aliran Sibernetik
Teori belajar jenis keempat,
mungkin yang paling baru dari semua teori belajar yang kita kenal, teori
belajar ini adalah teori sibernetik. Teori ini berkembang sejalan dengan
perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini, belajar adlah pengolahan informasi.
Sekiias, teori ini mempunyai
kesamaan dengan teori kognitif Yang mementingkan proses. Proses memang penting
dalam teori sibernetik. Namur, yang lebih penting lagi adalah sistem
informasi" yang diproses itu. Informasi inilah yang menentukan proses.
T. Landa
Menurut Landa, ada dua macam
proses berpikir. Pertama disebut proses berpikir algoritmik, yaitu proses
berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu target tertentu. Kedua adalah
cara berpikir heuristik, yakni cara berpikir divergen, menuju ke beberapa
target sekaligus.
Proses belajar akan berjalan
dengan baik jika spa yang hendak dipelajari itu atau masalah yang hendak
dipecahkan (atau dalam istilah yang lebih teknis: sistem informasi yang hendak
dipelajari) diketahui ciri-cirinya. Satu hal lebih tepat disajikan dalam urutan
teratur, linier, sekuensial, satu hal lain lebih tepat bila disajikan dalam
bentuk "terbuka" dan memberi keleluasaan kepada mahasiswa untak
berimajinasi dan berpikir.
U. Pask dan Scott
Pendekatan serialis Yang
diusulkan oleh Pask dan Scott itu sama dengan pendekatan algoritmik. Namun,
cara berpikir "menyeluruh" (Wholist) tidak sama dengan heuristik.
cara berpikir menyeluruh adalah befikir yang cenderung melompat ke depan,
langsung ke "gambaran Iengkap" sebuah sistem informasi. lbarat
melihat lukisan bukan detil¬detil yang kita arnati lebih dahulu, tapi seluruh
lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih kecil.
V. Kritik Terhadap Teori
sibernetik
Teori sibernetik dikritik, sebab
tidak membahas proses belajar secara langsung sehingga hal ini menyulitkan
penerapannya. Karena alasan ini pula, maka kita mendapat kesulitan untuk
menggolongkan, apakah teori sibernetik ini lebih dekat ke teori konformis, atau
ke teori liberal.
Jika teori humanis lebih, dekat
ke dunia filsafat, teori sibernetik ini lebih dekat ke psikologi dan informasi.
selain itu, pemahaman kita terhadap mekanisme ke: j4a utak Vang masih terbatas
mengakibatkan pengetahuan kita tentang bagaimana infon-nisi itu diclah juga
menjadi sangat terbatas.
Karena alasan ini pula, maka
banyak pakar mendapat ilham untuk (makin) mengembangkan teori kognitif. Jika
teori sibernetik lebih tertarik kepada kerja otak. Teori kognitif lebih
tertarik kepada hasil kerja otak itu. Seperti kata seorang pakar kognitif: "untuk
menemukan perhitungan akar 437, misalnya, apakah kita perlu tahu lebih dahulu
bagaimana sebuah kalkulator bekeja?" Pendeknya, untuk mengembangkan suatu
teori belajar, kita tak harus mengetahui seluk beluk kerja otak kita sampai ke
detil-detilnya.